Selasa, 19 Oktober 2010

kesehatan reproduksi

Oleh: LPSAP PMII Rayon Tarbiyah
Persoalan kesehatan reproduksi bukan hanya mencakup persoalan kesehatan reproduksi wanita secara sempit dengan mengaitkannya pada masalah seputar perempuan usia subur yang telah menikah, kehamilan dan persalinan, pendekatan baru dalam program kependudukan memperluas pemahaman persoalan kesehatan reproduksi. Dimana seluruh tingkatan hidup perempuan merupakan fokus persoalan kesehatan reproduksi. Secara tematik, ada lima kelompok masalah yang diperhatikan dalam kesehatan reproduksi, yaitu kesehatan reproduksi itu sendiri, keluarga berencana, PMS dan pencegahan HIV/AIDS, seksualitas hubungan manusia dan hubungan gender, dan remaja. Secara lebih spesifik, berbagai masalah dalam kesehatan reproduksi adalah perawatan kehamilan, pertolongan persalinann, infertilitas, menopause, penggunann kontrasepsi, kehamilan tidak dikehendaki dan aborsi baik pada remaja maupun pasangan yang telah menikah, PMS dan HIV/AIDS (berkaitan dengan prostitusi, homoseksualitas, gaya hidup dan praktek tradisional), pelecehan dan kekerasan pada perempuan, pekosaan, dan layanan dan informasi pada remaja. Berfungsinya sistem reproduksi wanita dipengaruhi oleh aspek-aspek dan proses-proses yang terkait pada setiap tahap dalam lingkungan hidup. Masa kanakkanak, remaja pra -nikah, reprodukstif baik menikah maupun lajang, dan menopause akan dilalui oleh setiap perempuan, dan pada masa- masa tersebut akan terjadi perubahan dalam sistem reproduksi. Pada saat yang bersamaan dimungkinkan adanya faktor-faktor non klinis yang menyertai perubahan itu, seperti faktor sosial, faktor budaya dan faktor politik yang berkaitan denag kebijakan pemerintah. Berperannya berbagai faktor dalam kesehatan reproduksi ini selanjutnya memberikan pemahaman akan keterlibatan subjek atau pelaku, diluar kelompok perempuan itu sendiri. Salah satu subjek terdekat dan langsung berkaitan dengan masalah reproduksi perempuan adalah kelompok laki-laki. Laki-laki dalam hal ini berperan pent ing sesuai dengan statusnya terhadap perempuan, baik sebagai suami, saudara, ayah, teman, atasan maupun critical person dalam penentuan kebijakan.(2)
Prevalensi gangguan kesehatan pada pekerja.
Ratusan juta tenaga kerjadi seluruh dunia saat bekerja pada kondisi yang tidak nyaman dan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Menurut International Labor Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau yang disebabkan oleh pekerjaan. Sekitar 300.000 ribu kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya kematian karena penyakit akibat kerja dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya. Dari data ILO tahun 1999, penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan yaitu : kanker 34%, kecelakaan 25%, penyakit saluran pernapasan 21%, penyakit kardiovasculer 15%, dan lain-lain 5%. Dari data tersebut, bahwa penyebab utama kematian adalah kanker, sedangkan kelompok penyebab lain adalah pneumoconiosis penyakit neurologis dan penyakit ginjal. Selain penyakit yang mengenai hubungan yang menyebabkan kematian, masalah kesehatan lain terutama adalah ketulian, gangguan musculoskletal, dan gangguan reproduksi.(1)
Kesehatan reproduksi
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta prosesprosesnya. Oleh karena itu, kesehatan reproduksi berarti orang dapat mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan aman, dan bahwa mereka memiliki kemapuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin melakukannya, bilamana dan seberapa seringkah. Termasuk terakhir ini adalah hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap cara - cara keluarga berencana yang aman, efektif dan terjangkau, pengaturan fertilitas yang tidak melawan hukum, hak memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan kesehatan yang memungkinkan para wanita dengan selamat menjalani kehamilan dan melahirkan anak, dan memberikan kesempatan untuk memiliki bayi yang sehat. Sejalan dengan itu pemeliharaan kesehatan reproduksi merupakan suatu kumpulan metode, teknik dan pelayanan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan reproduksi melalui pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan reproduksi. Ini juga mencakup kesehatan seksual, yang bertujuan meningkatkan status kehidupan dan hubungan-hubungan perorangan, dan bukan semata-mata konseling dan perawatan yang bertalian dengan reproduksi dan penyakit yang ditularkan melalaui hubungan seks.Beberapa wanita karena pekerjaannya yang mengggunakan bahan kimia, akan mengalami kesulitan mempunyai anak.
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi:
a. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil);
b. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb);
c. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb);
d. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, dsb).(2)
Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita dan pria dengan dukungan disemua tingkat administrasi, sehingga dapat diintegrasikan kedalam berbagai program kesehatan, pendidikan, sosial dam pelayanan non kesehatan lainyang terkait dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi. (2)
Pengaruh bahan kimia terhadap kesehatan pekerja
Tabel dibawah ini adalah batasan yang dibuat oleh Divisi Kesehatan dan Keselamatan kerja negara bagian California, yang dapat dibandingkan dengan hasil monitor kesehatan industri yang dilakukan oleh perusahaan. Unit yang digunakan adalah “parts of chemical per million part of air (ppm)” yakni bagian dari zat kimia per sejuta bagian udara, atau “milligram of chemical per cubic meter of air (mg/m3)” yakni milligram dari zat kimia per kubik meter udara.
Indikator-indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita di Indonesia antara lain:
1. Jender, adalah peran masing-masing pria dan wanita berdasarkan jenis kelamin menurut budaya yang berbeda-beda. Jender sebagai suatu kontruksi sosial mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran jender berbeda dalam konteks cross cultural berarti tingkat kesehatan wanita juga berbeda-beda.
2. Kemiskinan, antara lain mengakibatkan:
• Makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi
• Persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan perumahan yang tidak layak.
• Tidak mendapatkan pelayanan yang baik.
3. Pendidikan yang rendah.
Kemiskinan mempengaruhi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua tetapi tergantung dari kemampuan membiayai. Dalam situasi kesulitan biaya biasanya anak laki-laki lebih diutamakan karena laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Dalam hal ini bukan indikator kemiskinan saja yang berpengaruh tetapi juga jender berpengaruh pula terhadap pendidikan. Tingkat pendidikan ini mempengaruhi tingkat kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya mempunyai pengertian yang lebih besar terhadap masalah-masalah kesehatan dan pencegahannya. Minimal dengan mempunyai pendidikan yang memadai seseorang dapat mencari liang, merawat diri sendiri, dan ikut serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat.
4. Kawin muda
Di negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada wanita masih banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Hal ini banyak kebudayaan yang menganggap kalau belum menikah di usia tertentu dianggap tidak laku. Ada juga karena faktor kemiskinan, orang tua cepat-cepat mengawinkan anaknya agar lepas tanggung jawabnya dan diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya. Ini berarti wanita muda hamil mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan. Di samping itu resiko tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita yang menikah di usia 20 tahunan. Dampak lain, mereka putus sekolah, pada akhirnya akan bergantung kepada suami baik dalam ekonomi dan pengambilan keputusan.
5. Kekurangan gizi dan Kesehatan yang buruk.
Menurut WHO di negara berkembang terrnasuk Indonesia diperkirakan 450 juta wanita tumbuh tidak sempurna karena kurang gizi pada masa kanak-kanak, akibat kemiskinan. Jika pun berkecukupan, budaya menentukan bahwa suami dan anak laki-laki mendapat porsi yang banyak dan terbaik dan terakhir sang ibu memakan sisa yang ada. Wanita sejak ia mengalami menstruasi akan membutuhkan gizi yang lebih banyak dari pria untuk mengganti darah yang keluar. Zat yang sangat dibutuhkan adalah zat besi yaitu 3 kali lebih besar dari kebutuhan pria. Di samping itu wanita juga membutuhkan zat yodium lebih banyak dari pria, kekurangan zat ini akan menyebabkan gondok yang membahayakan perkembangan janin baik fisik maupun mental. Wanita juga sangat rawan terhadap beberapa penyakit, termasuk penyakit menular seksual, karena pekerjaan mereka atau tubuh mereka yang berbeda dengan pria. Salah satu situasi yang rawan adalah, pekerjaan wanita yang selalu berhubungan dengan air, misalnya mencuci, memasak, dan sebagainya. Seperti diketahui air adalah media yang cukup berbahaya dalam penularan bakteri penyakit.
6. Beban Kerja yang berat.
Wanita bekerja jauh lebih lama dari pada pria, berbagai penelitian yang telah dilakukan di seluruh dunia rata-rata wanita bekerja 3 jam lebih lama. Akibatnya wanita mempunyai sedikit waktu istirahat, lebih lanjut terjadinya kelelahan kronis, stress, dan sebagainya. Kesehatan wanita tidak hanya dipengaruhi oleh waktu.
Beberapa penyebab gangguan reproduksi
Beberapa wanita karena pekerjaannya yang mengggunakan bahan kimia, akan mengalami kesulitan mempunyai anak.Beberapa orang lelaki lainnya akan mengalami penurunan kualitas sperma karena jok tempat duduk di mobilnya panas. Ada juga beberapa eksekutif yang mengalami gairah seksual serta beberapa wanita karier yang mengalami frigiditas.(3)
Secara relatif masih sedikit yang diketahui mengenal kemungkinan efek lingkungan pekerjaan terhadap infertilitas pria. Lingkungan yang sangat panas dapat menekan spermatogenesis. Pemaparan kronis pada logam berat, seperti timah, kadmium dan air raksa atau bahan-bahan lain seperti pestisida, herbisida, karbon disulfat dapat juga mengurangi fertilitas.(klinik andrologi)
Beberapa gangguan reproduksi yang berhubungan dengan pekerjaan yaitu:
1. Pranikaha. Kerusakan spermaPenyebab : dioxin, anesthetic gates
b. Mandul Penyebab: timah hitam, cadmium, chlodecone, dibromochlopropane
2. Nikah (gravid)
a. Abortus
Penyebab : kerja berat, cytotoxic drug
b. Premature Penyebab: ionizing radiation
c. Lahir cacat Penyebab : menthyl mercuri, ionizing radiasi(1)
Timbal sebagai salah satu unsur polutan udara, mutlak dikurangi penggunaannya. Beberapa produk bensin tanpa timbal sudah diperkenalkan mulai tahun 1985, yaitu Super TT. Super TT adalah bahan bakar dengan bilangan oktan (RON) sebesar 98. Jenis lain yaitu Petro 2T yang dirancang khusus untuk sepeda motor, adalah bensin tanpa timbal yang dikeluarkan oleh PT Sigma Rancang Perdana. Di awal tahun 1998, produk bensin tanpa timbal yang lain adalah BB2L (Bensin Biru 2 Langkah) dengan harga yang lebih murah daripada premium. Jika membandingkan terhadap bilangan oktan, Super TT mempunyai RON 98, premium 88 dan premix 94. Artinya produk tanpa timbalpun mampu memperpanjang oktan melebihi bensin yang masih mengandalkan unsur timbal. Bensin premium sendiri masih mengandung TEL 0,3 gr/lt dan premix 0,45 gr/lt. Kerugian yang ditimbulkan dari kasus pencemaran udara, lebih terasa jika ditinjau dari aspek kesehatan. Dari setiap unsur dalam komponen polutan udara berpeluang merugikan bagi kesehatan setiap organisme. Timbal (Pb) sebagai salah satu komponen polutan udara mempunyai efek toksik yang luas pada manusia dan hewan dengan mengganggu fungsi ginjal, saluran pencernaan, dan sistem saraf pada remaja, menurunkan fertilitas, menurunkan jumlah spermatozoa, dan meningkatkan spermatozoa abnormal dan aborsi spontan. Selain juga menurunkan Intellegent Quotient (IQ) pada anak – anak , menurunkan kemampuan berkonsentrasi, gangguan pernapasan, kanker paru–paru dan alergi. Dalam laporan Bank Dunia 1992, diketahui bahwa pencemaran udara akibat timbal, menimbulkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.000 kasus hipertensi dan menurunkankan IQ hingga 300.000 point. Juga Pb menurunkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen.(4)
DAFTAR PUSTAKA
Buchary. Penyakit akibat kerja dan penyakit terkait kerja. [online]. 2007. [Cited on, 2009 January 13]. [28 screen]. Available from:
http://www.library.usu.ac.id/download/ft/07002746.pdf
Harahap Juliandi. Kesehatan reproduksi. [online]. 2003. [Cited on, 2009 January 13] [13 screen]. Available from:
http://www.library.usu.ac.id/download/duniapsikologi.dagdigdug.com/files/2008/12/kesehatan-reproduksi.pdf
IDKI. Seminar kesehatan kerja gangguan reproduksi. [online]. 2007. [Citedon, 2009 January 13]. [4 screen]. Available from: http://www.kalbe.co.id/files/coe/brosur_konasB_atam_2005_ind%20edit.pdf
Komite penghapusan bensin bertimbal. Dampak pemakaian bensin bertimbal dan kesehatan. [online]. 2007. [Cited on, 2009 January 13]. [8 screen]. Available from: http://www.kpbb.org/makalah_ind/Dampak%20Pemakaian%20Bensin%20Bertimbel%20dan%...
Anonymous. Pelatihan bagi pelatih kesehatan dan keselatan kerja. [online]. 2007. [Cited on, 2009 January 13]. [4 screen]. Available from: http://www-ilo-mirror.cornell.edu/public/english/region/asro/jakarta/download/pelatihan.pdf
Darsono Wongso. Infertilitas pria. [online]. 2007. [Cited on, 2009 January 14]. [3 screen]. Available from:
http://www.klinikandrologi.blogspot.com/2008/06/infertilitas-pria_12.htm

Selasa, 13 Juli 2010

MENGGUGAT GENDER

Saya merasa tertarik menanggapi beberapa hal dari esei Saut Situmorang yang tidak dipublikasikan di jurnal atau majalah melainkan di milis KUNCI dengan judul “Perempuan: Gender Trouble” (http://groups.yahoo.com/group/kunci-l/message/3865).
Tulisan itu dianggap tidak layak muat oleh Jurnal Perempuan kemudian Saut menyebarkannya di sebuah milis. Tanggapan saya lebih pada perkara yang berhubungan dengan kajian gender daripada kajian sastra. Beberapa hal yang perlu ditanggapi sebagai berikut.
I
Bagian kedua tulisan Saut membahas pengalamannya di Wellington, Selandia Baru ketika dia menyapa teman perempuan dengan sebutan “girl” dan perempuan itu tidak tersinggung dengan panggilan tadi. Komentar Saut: Siang itu adalah hari pertama saya memasuki dunia politik seksual bahasa.
Saya yakin bahwa dunia politik bahasa seksual (saya menyebutnya berbeda dari Saut) telah dialami Saut jauh sebelum dia datang ke Wellington. Kekagetannya terhadap reaksi perempuan itu merupakan bukti bahwa Saut telah dibesarkan dalam politik bahasa seksual yang berbeda dari yang dimiliki si perempuan.
II
Saut mempertanyakan sikap politik Ayu Utami yang memilih tinggal bersama seorang laki-laki daripada menikah. Kemudian dia bertanya: Kalau kumpul kebo adalah Feminisme, kenapa perkawinan bukan? Kalau perkawinan adalah konstruk sosial, apakah kumpul kebo bukan? Apakah seks, juga Ayu Utami, bukan konstruk kultural?
Saya pikir Ayu Utami tidak akan pernah menyatakan bahwa “kumpul kebo adalah feminisme”. Pilihannya untuk hidup bersama daripada menikah dalam kajian feminisme merupakan suatu negasi terhadap pandangan arus utama bahwa untuk membentuk keluarga, seorang perempuan HARUS menikah. Dalam beberapa budaya, pernyataannya menjadi lebih keras: untuk menjadi seorang perempuan sejati nan bahagia, ia HARUS menikah. Hal itu karena kebahagian seorang perempuan baru dapat dinilai ketika ia dapat membahagiakan suami dan keluarga suami. Menikah merupakan perkara kompleks dan tidak terbatas pada legalitas seks.
Keputusan Ayu Utami tinggal bersama bukan merupakan sikap “kumpul kebo adalah feminisme” melainkan penuturan tidak tertulis bahwa seorang perempuan dapat memilih dan memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya, bahkan ketika pilihan itu di luar dari budaya arus utama. Menjadi seorang feminis tidak dapat dinilai dari status menikah atau tidak karena hal itu justru mereduksi sikap feminis seseorang. ‘Mengambil sikap’ menunjukkan kesadaran seseorang sehingga seorang feminis bebas memilih untuk menikah atau tidak dalam kesadaran mengenai tindakannya.
III
Pada bagian yang panjang dia mengungkapkan keberatan pada para feminis yang memperkerjakan babu atau pembantu rumah tangga karena PRT mewakili sosok yang diperlakukan tidak adil oleh majikan mereka yang juga perempuan. Saya ikut mengalami kegelisahan Saut untuk kasus ini.
Keluarga saya pernah memiliki PRT beberapa kali. Meskipun keluarga saya memperlakukannya dengan baik karena kami tidak pernah menghina, memukul, atau membedakan jenis makanan tetapi saya merasa upah dan fasilitas yang mereka terima masih sangat, sangat minim. Namun, pemanfaatan tenaga PRT sendiri perlu melihat realitas di mana para pekerjaan domestik masih dilihat sebagai tanggung jawab istri/perempuan daripada tanggung jawab keluarga. Pengasuhan juga masih dilihat sebagai tugas utama ibu daripada keluarga. Pada posisi seperti itu ditambah dengan ketiadaan fasilitas sosial bagi keluarga maka pilihan menjadi begitu sulit bahkan kadang seorang ibu dipaksa untuk memilih antara bekerja atau mengasuh anak di rumah. Pemaksaan pilihan itu yang dipermasalahkan dalam kajian gender.
Seorang PRT pun biasanya berada pada posisi yang sama yaitu dipaksa memilih dari pilihan yang sangat terbatas atau yang lebih baik dari pilihan terburuk. Mereka tidak dapat membuat pilihan (choices) untuk bisa memilih (choose) yang paling baik dari yang terbaik. Usaha yang dilakukan aktivis feminis bukanlah melarang perempuan menjadi PRT tetapi memberikan keahlian untuk pencegahan dan pemberdayaan serta pendampingan hukum. Adanya UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan salah satu upaya dan sedang diusahakan bahwa subyek keluarga yang dimaksud dalam UU tersebut tidak terbatas pada keluarga akibat ikatan sedarah dan pernikahan. Dengan begitu, PRT bisa masuk sebagai pihak yang dilindungi dalam UU itu.
Ketika seorang feminis memperkerjakan PRT, keduanya terjebak dalam sistem ekonomi bias laki-laki. Keduanya bergender perempuan dalam ritme kehidupan yang berbeda tetapi disatukan pada pekerjaan domestik yang tidak pernah diakui sebagai ‘pekerjaan’ tetapi justru suatu ‘beban’ atau tanggung jawab perempuan. Feminis masih harus berjuang di ranah ini.
IV
Kritik Saut selanjutnya adalah mengenai bahasa. Ia menilai bahwa pembandingan bahasa Indonesia dengan bahasa Indo-Eropa dan Roman sebagai hal yang gegabah. Namun, saya pun tidak dapat mengatakan bahwa bahasa yang ada di Asia, termasuk Indonesia, minim bias patriarki. Kritik terhadap kata imbuhan “menggagahi” sebagai ganti “memperkosa” sebenarnya merujuk pada pertanyaan: mengapa kata “gagah” dipilih dan dinilai lebih tidak ofensif dan tidak menyakitkan?
“Menggagahi” sebagai eufimisme menjadi penyembunyian terhadap esensi kekerasan seksual yang terjadi dalam kasus pemerkosaan. Saya melihat ada suatu kesan menyesatkan bahwa kata “gagah” dipakai untuk menunjukkan bahwa tindakan kekerasan seksual adalah tidak menyakitkan bagi lelaki karena kata itu dipakai dari sudut pandang pelaku kekerasan. Kesan lainnya adalah bahwa dengan memperkosa, pelaku laki-laki menjadi “gagah”. Padahal lelaki tidak menjadi lebih gagah dengan melakukan kekerasan.
V
Kritik selanjutnya berpindah ke Aquarini yang membahas psikoanalisis. Bagi Lacan, phallus adalah penanda utama dari desire, dan karena ketaksadaran itu memiliki struktur seperti bahasa, maka ketaksadaran dan bahasa itu phallic. Falogosentrisme psikoanalisis Lacan yang menunjukkan bias laki-laki dalam sistem simbolisasi inilah yang dikritik para Feminis Perancis. Bagaimana mungkin bisa membicarakan Teori Feminis Perancis tanpa juga membicarakan Teori Psikoanalisis Jacques Lacan!
Hampir semua teori feminisme mengambil titik kritis dari teori dan isme yang cukup mapan di masyarakat seperti sosialisme, marxisme, gerakan liberal, termasuk teori psikoanalisis. Pembahasan suatu kesadaran feminisme sebagai sebuah gerakan tidak dapat lepas dari konteks yang melahirkannya. Salah satu kritik utama feminis merupakan bias laki-laki dalam sistem simbolisasi, baik itu yang ada di bahasa, sistem ekonomi, tradisi, sistem kekerabatan, dan lain-lain. Para feminis Perancis pun mengambil posisi yang sama untuk mengkritik dan membentuk feminis psikoanalisis. Minimnya uraian Saut mengenai psikoanalisis Lacan di tulisannya pun belum dapat menjelaskan falogosentris, desire, dan kesadaran secara utuh.
Contoh mengenai sistem simbolisasi itu ada pada contoh bagian pertama tulisan ini mengenai dunia politik bahasa seksual dan pemakaian kata “menggagahi”. Bahasa Indonesia mungkin tidak sekaku bahasa di Eropa dalam pembagian sifat dari kata benda tetapi ada aspek dalam pemilihan, pemakaian, dan pengungkapan dalam bahasa yang bias gender dalam berbagai bahasa seperti contoh pemilihan kata menggagahi.
Jaringan sistem simbolisasi yang bias laki-laki berada tidak saja di sekitar manusia tapi mulai disusukan sejak bayi lahir, melewati tahap perkembangan dan pembelajaran dan mengalir dalam cara berpikir. Semua dilakukan ‘di luar kesadaran’ dari agen dalam sistem. Namun, penalaran feminis dapat menggugah kesadaran gender sehingga kemudian individu dapat mengenali jaringan konstruksi sosial dalam dirinya yang selama ini dianggap ‘alami’.
Hasan bastomi (Tom-tom)
Penulis adalah kord. Divisi jaringan luar LPSAP